Sunday 3 May 2015

Cerpen Bobo Tas Batik Wuri



Bobo Edisi 30, terbit 30 November 2014


TAS BATIK BAYI
*FiFadila*


Duh, sejak adik bayi lahir, duniaku jadi kacau. Bukan iri perhatian Mama yang sepenuhnyz tercurah pada adik bayiku. Tapi karena barang-barang yang kukenakan sekarang serba corak batik selendang bayi. Memang sih batik bagus dan unik. Tapi tetap saja yang kupakai adalah selendang bayi. Lihat saja, Mama membuatkanku tas sekolah dari selendang bayi batik. Saking banyaknya hadiah selendang batik buat adik bayiku.

Selama ini aku selalu menyimpan tas itu rapat-rapat di lemari. Dan bertekad tak kan pernah memakainya. Bisa-bisa aku diketawain orang sepanjang jalan jika memakainya.
Tapi sekarang situasi sedang gawat. Tas sekolah hello kitty ku robek cukup parah. Tak sengaja tersangkut paku mencuat di meja sekolah tadi. Pulangnya aku memondong tasku sepanjang jalan.
“Mama… mama… gawat, tas sekolahku minta ganti ini,” kutunjukkan robekan lebar dari resleting sampai pojok bawah tas.
Mama geleng-geleng kepala melihat parahnya tasku dan melihatku dengan prihatin. Aku berharap Mama sudah lupa tas selendang bayi yang kusimpan lama. Dan mau membelikanku tas baru.
“Kan,” Mama menjentikkan jarinya dan tersenyum lebar, “Wuri masih punya tas spesial buatan Mama tiga bulan lalu.”
“Tapi, Ma. Tas itu tipis. Mudah robek dong kalau diisi banyak barang.” Aku berusaha memasang mimik keberatan di wajahku.
Mama menggeleng dengan senyum masih tersungging, “Mama sudah menjahitnya dengan kuat. Bahannya Mama bikin rangkap. Mama yakin tas itu luas dan kuat membawa peralatanmu. Asal tidak kau isi batu bata.”  
Hufff. Rupanya Mama tak mengerti keresahanku. Sekarang malah Mama kembali sibuk dengan adikku yang mulai rewel.
“Ma…” kata-kataku menggantung. Aku tak tega bilang tak suka tas itu. Mama sudah bersusah payah menjahit sendiri tas itu di sela menggasuh adik dan urusan lain.
Aku masuk kamarku dengan lunglai. Kukeluarkan tas batik selendang bayi dari rak lemari paling atas. Kupandangi tas itu dengan gulana. Teman-teman pasti menertawakanku karena tas selendang bayi itu.
Keesokan paginya aku berangkat sekolah tanpa menyelempangkan tas. Aku sudah berusaha keras memikirkan cara menyembuyikan tas itu. Aku kan malu mendapat tatapan orang-orang sepanjang jalan ke sekolah.
“Eh, Wuri kok bawa kantong plastik ke sekolah? Katanya punya tas serep?” sapa Trias.
Teman sebangkuku itu memandang heran. Lebih melongo lagi saat aku membuka kantong pastik dan mengeluarkan tas selendang bayiku. Trias bahkan tak bisa berkata-kata.
“Waaw… lihat tas Wuri!” jerit dari bangku belakang. Suara Mahendra terdengar memantul di seluruh ruangan.
Aku memandang Mahendra dengan raut mengerut. Aku sudah menyiapkan jawaban tak peduli bila Mahendra mengejekku.
Sepertinya Mahendra makin berani. Dia mendekati mejaku dan membolak-balik tas selendang bayi.
“Hush, tak sopan pegang-pegang tas orang.” Aku menarik tasku dengan galak.
“Ini nih, yang kita cari,” gebrak Mahendra di mejaku. “Tio, sini!”
Aku semakin kesal Mahendra malah manggil-manggil teman buat menertawakanku. Meskipun kedua murid bandel itu satu grup prakarya denganku. Tapi sikap mereka yang konyol sering membuatku kesal.
Tak hanya Tio, Nia dan Maya ikut mengerubungi bangkuku. Bahkan Tio tertawa-tawa menunjuk tas yang kugenggam erat.
“Tul, tu Hen! Tas selendang bayi itu lucu. lucu banget.”
“Udah, ah. Ini tas bukan buat diketawain. Tapi buat dipakai. Kan ini lebih baik daripada tas kresek,” aku menantang mereka.
“Justru itu, Wuri. Melirik tasmu aku jadi punya ide bikin prakarya akhir tahun kita. Daripada kita bikin prakarya sama kayak grup Haris. Mending kita bikin tas selendang bayi. Lebih lucu dan unik.” kata Mahendra panjang lebar.
“Tul tu, Wur!” samber Tio. “Ku sering bantu ayah bikin tas kain tiap liburan. Mudah kok menggerakkan mesin jahit. Kuajari, kalian pasti bisa.”
“Eh, Hendra dan Tio cerdas juga. Aku setuju usul kalian.” teriak Nia. “Mamaku masih punya banyak simpanan selendang bayi hadiah lahiran adik bayiku tahun lalu.”
Rasa kesalku sejak pagi mencair seketika. Persetujuan Nia mendapat anggukan Trias dan Maya. Tas selendang bayi yang kupikir kuno dan jelek ternyata jadi ide unik buat prakarya grupku.

No comments: