Judul Buku : Harry
Potter and The Cursed Child (Naskah Drama Bahasa Inggris)
Penulis : JK Rowling, John Tiffany, Jack
Thorne
Penerbit : Little Brown, London
Jumlah Halaman: 343
halaman
Harga : Rp 405.000
Pertama
kali menikmati naskah drama “Harry Potter and The Cursed Child”, saya kembali
merasa takjub dengan kembalinya Harry Potter. Tektok dialog bernas dan tepat
sasaran. Adegan demi adegan menimbulkan ketegangan. Konflik antar tokoh utama yang
meruncing dan membuat tercekat. Twist demi twist di tiap akhir babak tak henti
membuat kaget. Yang paling utama, pesan cerita tetap sarat makna dan membuat
mata berkaca. Tentang hubungan ayah-anak dan efek berantai mengubah masa lalu.
Tokoh utama dalam drama ini adalah Albus
Severus Potter, anak kedua Harry Potter yang merasa tersisih dan tidak nyaman
dengan nama besar ayahnya. Demi sebuah pembuktian, Albus berusaha mencegah
Cedric Diggory terbunuh dalam turnamen Triwizard. Bersama Scorpius Malfoy, teman
satu asrama Slytherin, Albus nekat mencuri pembalik-waktu di kantor Kementrian
Sihir. Saat saya mengulang kembali naskah drama 300 halaman ini dari awal, mulai
bermunculan pertanyaan-pertanyaan mengenai hubungan sebab akibat cerita. Ada
beberapa proses sebab akibat yang tidak masuk akal.
Mengapa Hermione yang cerdas dan
disiplin, begitu ceroboh menyimpan pembalik-waktu dalam rak buku? Bukankah dia
tahu benda sihir yang banyak diincar, termasuk batu bertuah di novel 1, perlu
dijaga oleh minimal 7 mantra penyihir hebat? Dalam drama ini, Hermione hanya
menjaga pembalik-waktu dengan teka-teki yang bisa dipecahkan oleh Scorpius.
Bahkan cara menyelundup Albus, Scorpius, dan Delphi ke kantor Hermione di
Kementrian Sihir begitu mudah.
Terlihat
upaya keras penulis naskah menyiasati durasi waktu dan membatasi jumlah tokoh.
Namun, pembaca Harry Potter biasa menikmati novel dengan deskripsi hidup dan proses
detail sebab akibat yang ditulis JK Rowling. Saat novel Harry Potter dibuatkan
filmnya, penonton tidak ambil pusing dengan adegan yang dipangkas karena
terbatasnya durasi waktu. Sebab penonton sudah tahu cerita utuh dari novel.
Dalam naskah drama ini, ketidakdetailan adegan, menjadi masalah karena novel
“The Cursed Child” tidak terbit. Masalah sebab akibat yang patah, lama-lama
menganggu pikiran.
Memang naskah drama seharusnya hanya
menjadi panduan untuk para pemain panggung. Bukan untuk dibaca publik. Masyarakat
harus menonton drama teaternya langsung untuk menikmati kemegahan seting,
kostum, dan trik panggung. Dengan kemegahan panggung, penonton akan melupakan
alur-alur yang patah.
Kejanggalan lain tentang tokoh Snape
yang tetap hidup di kehidupan alternatif saat dunia sekarang dikuasai
Voldemort, Harry Potter sudah mati 22 tahun sebelumnya di Perang Hogwards, dan
Hermione bersama Ron menjadi buronan kementrian sihir nomor satu. Voldemort
membiarkan Snape hidup seakan-akan tidak peduli siapa penguasa tongkat sihir
Elder. Padahal Voldemort selalu ingin menguasai segala-galanya.
Memang adegan diatas dibuat semata
untuk menimbulkan ketegangan. Namun sentuhan tangan JK Rowling ada yang kurang.
JK Rowling selalu berhati-hati dan cermat menata kronologi adegan dan sebab
akibat ceritanya. Bahkan, sebelum menulis seri pertama Harry Potter, JK Rowling
telah menata karakterisasi tokoh, gambaran seting, dan tabel plot 7 seri,
selama lima tahun hingga lengkap. Tak heran ketujuh seri Harry Potter sangat
utuh, berkaitan, minim patahan alur yang mencolok. Dengan komplesitas plot dan
kedetailannya menulis, novel JK Rowling tebalnya berkisar 400-700 halaman. Dalam
drama ini, membangun dunia Harry Potter baru dengan permasalahannya dengan sang
anak, sepertinya butuh kerja sangat keras.
“The
Cursed Child” memang sama sekali baru dan digagas oleh Jack Thorne dan John
Tiffany. JK Rowling masuk ke dalam proyek besar ini sebagai penasehat dan
penambah plot. John Tiffany mengambil seting 19-22 tahun setelah buku ketujuh
tamat. Dan ada beberapa hubungan antar kejadian lampau dan baru yang sulit
dibuat presisi pas-nya. Karena saat menamatkan buku ketujuh, Rowling tidak
kepikiran membuat lanjutannya. Contohnya saja tokoh Delphi yang sama sekali
baru di naskah drama ini. Kelahiran
Delphi di masa-masa chaos seri ketujuh, sulit dipahami, kecuali dijadikan kegaduhan
dalam drama.
Untungnya,
naskah drama ini masih mempertahankan ciri khas serial Harry Potter. Yaitu
mengusung tema kebaikan menumpas kejahatan. Permasalahan yang mencuat karena
sebuah ramalan, meskipun toh, siapa pembuat ramalan tidak disebutkan. Serta
keberadaan penjahat yang dibungkus rapi sampai saatnya dimunculkan. Kerja tim
yang (nyaris) sempurna.(*)
Baca juga cerpen dan dongeng ini:
2 comments:
Next will be Newt Scamander...
Tholol lu bego lu
Post a Comment